Mengucapakan selamat tahun baru Hijriyah tidak pernah dikenal pada
masa sahabat. Namun pada masa belakangan ini muncul banyak pertanyaan
tentangnya yang ditujukan kepada para ulama kontemporer. Kemudian mereka
mengeluarkan pendapat dengan argumentasi mereka dan sudut pandang yang
dipahami. Secara global pendapat ulama tentang ucapan tahun baru Hijriyah
terbagi menjadi dua pendapat.
Pendapat pertama, membolehkan karena ia termasuk bagian dari
tradisi, bukan ubudiyah. Di antara ulama yang berpendapat demikian adalah
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah. Beliau berkata, "Saya berpendapat memulai
mengucapkan selamat saat datangnya tahun baru adalah tidak mengapa, namun itu
tidak disyariatkan. Maksudnya, kami tidak mengatakan kepada orang-orang: Itu
disunnahkan bagi kalian, maka sebagin kalian mengucapkan selamat kepada yang
lain. Tetapi jika mereka mengerjakannya maka tidak apa-apa (tidak berdosa). Dan
sepantasnya juga, jika ada yang mengucapkan selamat tahun baru kepadanya agar
memohonkan kepada Allah untuknya agar menjadi tahun yang baik dan berkah, maka
seseorang seyogianya membalas ucapan selamat. Ini pendapat kami dalam masalah
ini, ia termasuk perkara adat (budaya) dan bukan bagian perkara ta'abbudiyah(peribadatan)." (Liqa' al-Bab al-Maftuh)
Jawaban beliau yang lain tentang masalah ini dalam "al-Liqa'
al-Syahri", "Jika ada seseorang mengucapkan selamat kepadamu maka
balas (jawab)-lah ucapannya. Dan jangan engkau memulai mengucapkannya kepada
seseorang. Inilah pendapat yang benar dalam masalah ini. Jika ada orang berkata
kepadamu, misalnya: Kami mengucapkan selamat tahun baru kepadamu. Maka
ucapkanlah, "Semoga Allah melimpahkan kebaikan kepadamu dan menjadikannya
sebagai tahun yang baik dan berkah." Tapi janganlah engkau memulai
mengucapkannya kepada seseorang, karena saya tidak pernah tahu ada keterangan
dari ulama salaf (ulama terdahulu), mereka memberikan ucapan selamat tahun
baru. Terlebih yang perlu Anda ketahui, mereka tidaklah menjadikan bulan
Muharram sebagai tahun baru kecuali pada masa kekhilafahan Umar bin Khathab Radhiyallahu
'Anhu."
Dan dalam al-Dhiya' al-Lami' (hal. 702) beliau berkata, "Bukan termasuk
sunnah, kita menyebut datangnya tahun baru HIjriyah sebagai 'Id (hari raya)
atau kita membiasakan saling mengucapkan selamat atas kehadirannya."
". . . Bukan termasuk sunnah, kita menyebut datangnya tahun baru HIjriyah sebagai 'Id (hari raya) atau kita membiasakan saling mengucapkan selamat atas kehadirannya. . ." (Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin)
Syaikh Abdul Karim al-Khudhair berfatwa mengenai ucapan selamat
tahun baru hijriyah, "Mendoakan kebaikan seorang muslim dengan doa yang
global yang tidak dijadikan oleh seseorang sebagai ubudiyah dengan
melafadhkannya pada momentum-momentum tertentu seperti perayaan-perayaan, maka
itu tidak apa-apa. Terlebih apabila maksudnya dari ucapan selamat ini untuk
menunjukkan kecintaan, menampakkan kebahagiaan dan kegembiraan pada wajah
seorang muslim. Imam Ahmad berkata, "Saya tidak mau mengawali ucapan
selamat. Namun jika ada seseorang yang mengawalinya, maka aku pasti
menjawabnya. Karena menjawab sebuah penghormatan adalah wajib. sedangkan
memulai ucapan selamat bukanlah termasuk sunnah yang diperintahkan dan juga
bukan termasuk perkara yang dilarang." (Dikutip dari, Situs al-Islamwa
Jawab, www.islamqa.com)
Pendapat Kedua, melarang secara keseluruhan. Di antara ulama
yang berpendapat demikian adalah Syaikh Shalih al-Fauzan. Saat beliau ditanya
tentang ucapan selamat tahun baru hijriyah, maka beliau menjawab, "Kami
tidak mengenal dasar untuk mendukung hal ini. Dan maksud penanggalan Hijriyah
bukan ini, awal tahun dijadikan sebagai satu moment, dihidupkan, menjadi
kalimat ucapan, perayaan dan saling mengucapkan selamat. Sesungguhnya dibuatnya
penanggalan hijriyah adalah untuk membedakan kesepakat-kesepakatan (kontrak)
saja. Ini sebagaimana yang dilakukan Umar bin Khathab Radhiyallahu
'Anhu saat kekhilafahan Islam
meluas pada masanya, datanglah beberapa surat yang tak bertanggal. Maka
dibutuhkan penetapan penanggalan agar diketahui tanggal pengiriman dan
penulisan. Kemudian beliau bermusyawarah dengan para sahabat, lalu mereka mengusulkan
agar menjadikan hijrah sebagai titik tolak penanggalan hijriyah. Mereka menolak
penanggalan Miladiyah yang sudah ada pada masa itu, lalu menjadikan hijrah
sebagai permulaan penanggalan kaum muslimin untuk mengetahui status dokumen dan
surat saja. Bukan untuk dijadikan sebagai momentum, dijadikan kaliamt ucapan,
ini akan menyeret kepada perkara bid'ah."
Beliau pernah mendapatkan pertanyaan, "Jika ada seseorang
mengucapkan kepadaku: Kullu 'Aamin Wa Antum Bikhairin, apakah kalimat ini disyariatkan pada hari-hari
tersebut. Dengan tegas beliau menjawab, "Tidak, tidak disyariatkan, dan
ini tidak boleh." (Lihat: al-Ijabah al-Muhimmah fi al-Masyakil
al-Mulimmah: 229)
Mana yang Lebih Kuat?
Melihat perbedaan kesimpulan para ulama (masih banyak ulama-ulama
lain yang berbeda pendapat dalam masalah ini), sepertinya pendapat yang
melarang (anjuran agar meninggalkan) adalah lebih kuat dengan beberapa
pertimbangan:
1. Ucapan tahun baru Hijriyah adalah ucapan selamat
terhadap hari tertentu dalam satu tahun, diulang-ulang setiap tahun. Maka
ucapan selamat menjadi seperti hari raya yang dikerjakan berulang-ulang.
Sedangkan kita dilarang menetapkan hari raya selain Idul Fitri dan Isul Adha.
Karenanya mengucapkan selamat dilarang.
2. Ada sisi menyerupai Yahudi dan Nasrani sedangkan
kita diperintahkan agar menyelisihi mereka. Karena Yahudi mengucapkan selamat
kepada sesamanya pada awal tahun Ibrani yang diawali pada bulan Tishrei, bulan
pertama dalam penanggalan Yahudi. Sementara Nasrani, sesama mereka saling
mengucapakan selamat pada tahun baru Masehi.
3. Terdapat unsur tasyabuh (menyerupai) dengan
Majusi dan musyrikin Arab. Adapun orang Majusi saling mengucapkan selamat pada
hari raya Nairuz, hari permulaan tahun. Sementara orang Arab Jahiliyah, mereka
mengucapkan selamat kepada raja-raja mereka pada hari pertama dari bulam
Muharram sebagaimana yang disebutkan dalam kitab, "Ajaaib
al-Makhluqaat." (Lihat kitab al A'yaad wa Atsaruhaa 'ala
al-Muslimini, DR. Sualiman al-Sahimi.
4. Jika dibolehkan atau ditradisikan mengucapkan
selamat atas tahun baru Hijriyah akan membuka pintu untuk dibolehkannya atau
ditradisikannya ucapan selamat tahun pelajaran baru, hari kemerdekaan, hari
kenegaraan, dan semisalnya, yang tak pernah dibolehkan oleh mereka yang
membolehkan ucapan selamat tahun baru Hijriyah.
5. Ucapan selamat tahun baru Hijriyah, pada
dasarnya, tidak memiliki makna. Asal makna ucapan selamat adalah karena
mendapat nikmat yang baru atau dihindarkan dari bencana. Pertanyaannya, nikmat
apa yang diperoleh dengan berakhirnya tahun Hijriyah? Dan yang paling penting adalah
bermuhasabah (introspeksi diri) sudah banyak umur yang berkurang dan ajal
semakin dekat.
Posting Komentar